TERNATE, Teluknews – Eks narapidana korupsi, Amran Hi. Mustary masuk dalam tim pemenangan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Selatan nomor urut 2 Rusihan Jafar-Muhtar Sumaila.
Amran masuk sebagai jajaran sesepuh Makian-Kayoa. Bekas Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah IX Maluku-Maluku Utara ini tergabung dalam satu tim bersama Rivai Umar dan sesepuh Makian-Kayoa lainnya.
Bergabungnya Amran diketahui setelah fotanya bersama Paslon Rusihan-Muhtar di Jembatan Residen Ternate beredar.
Dalam foto itu, Amran mengenakan celana panjang hitam dan kameja putih, dipadukan jaket coklat sembari memegang handphone. Dia juga mengacungkan dua jari, tanda simbol nomor urut 2 Rusihan-Muhtar.
Amran juga mendampingi Rusihan-Muhtar saat kampanye perdana di Pulau Makian-Kayoa.
Selain Amran, sejumlah tokoh Makian-Kayoa (Makayoa) lainnya ikut hadir dan mendampingi paslon dengan tagline Hasel Hebat itu. Mereka bertolak dari Kota Ternate menuju Makian dan melaksanakan kampanye terbatas di Desa Sangapati, Kecamatan Pulau Makian, sebagai titik awal.
Usai dari Pulau Makian, Rusihan-Muhtar melanjutkan kampanye di Pulau Kayoa. Amran dan partai koalisi lainnya turut mendampingi kampanye Rusihan-Muhtar di Desa Guruapin, Kecamatan Kayoa.
Amran Hi. Mustary merupakan mantan Kepala BPJN Wilayah IX Maluku dan Maluku Utara. Amran pernah divonis enam tahun penjara dan denda Rp 800 juta oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, 2017 silam.
Amran terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi atas kasus suap proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara.
Menurut hakim, Amran terbukti menerima suap sebesar Rp 42,1 miliar yang dilakukan dua kali oleh Direktur Utama PT Wisnu Tunggal Utama, Abdul Choir. Amran Hi Mustary selaku pejabat negara dinilai tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Amran menerima putusan hakim tanpa upaya hukum banding. Meski dinilai tidak adil, dia mengganggap putusan tersebut sudah sepantasnya.
Pada tuntutan Jaksa KPK sebelumnya, Amran dituntut selama sembilan tahun dan denda Rp 1 miliar. Selain menerima suap, amran juga menyalahgunaakan wewenangnya sebagai pejabat negara. (red)