TERNATE, Teluknews – KPK diminta ambil alih penyelidikan kasus penggunaan anggaran swakelola preservasi jalan dan jembatan keliling Pulau Tidore.
Praktisi Hukum Agus R. Tampilang mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mengambil alih kasus tersebut. Pengambilalihan perkara tindak pidana korupsi yang diduga melibatkan Kepala Satuan Kerja (Satker) Perangkat Daerah Tugas Pembantu (SKPD TP) saat itu Muhamad Idham Pora adalah langkah tepat.
Hal ini, menurut Agus, karena Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara dianggap tidak mampu dan tidak bisa diharapkan untuk mengungkapkan kasus tersebut.
Selain itu, keputusan jaksa menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus ini pada Juni 2022 lalu membuat Kejati tak lagi dipercaya.
“Itu sebabnya KPK diminta ambil alih. Karena kasus ini selain terindasi adanya tidak pidana korupsi karena progres pekerjaan nol persen. Kasus inikan sudah lama mengendap di Kejati Maluku Utara dan tidak tercium lagi. KPK sudah seharusnya turun tangan,” jelas Agus, Rabu (20/3).
Bukan hanya penanganan ataupun pengembangan perkara tidak mengendus ke publik. Keputusan jaksa menghentikan kasus senilai Rp 3 miliar ini, menurut Agus, sangat disayangkan.
Padahal, sambung Agus, korps adhyaksa sebelumnya sangat dan begitu bersemangat memeriksa sejumlah saksi, termasuk Muhamad Idham Pora.
Namun nyatanya tidak ada satu pun pihak yang dianggap melakukan perbuatan melawan hukum dan dimintai pertanggungjawaban.
“Kejati sebelumnya mengonfirmasi bahwa kemungkinan membuka kembali, tapi sampai sekarang mana?, ada apa dengan kejati?. Oleh karena itu pantas kalau KPK segera ambil alih supaya kasus ini menjadi terang. Sebab, harapan publik kepada Kejati tidak membuahkan hasil,” terangnya.
Pekerjaan swakelola preservasi jalan dan jembatan keliling di Pulau Tidore adalah paket proyek nasional. Itemnya meliputi pemeliharan rutin jalan, preservasi kontruksi beton, preservasi rutin padat karya dan rutin jembatan.
Dalam prosesnya, pekerjaan ini dilaporkan belum ada progres sama sekali alia nol persen meskipun anggarannya sudah dicairkan Rp 2 miliar lebih. Kasus ini lalu dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Maluku Utara.
Dugaan fiktif kasus ini kemudian ditangani oleh Kejati. Dalam penanganannya, jaksa memutuskan menghentikan pada Juni 2022 lalu lantaran tidak ditemukan cukup bukti. (red)