TERNATE, Teluknews – Kasus dugaan suap yang menjerat bekas Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba alias AGK terus bergulir.
Meski begitu, sejumlah pihak, termasuk bos-bos tambang yang diduga memberikan sejumlah uang ke Terdakwa AGK belum diselidiki lebih jauh motif pemberiannya.
Salah satunya Presiden Direktur PT Nusa Halmahera Mineral (NHM) Romo Nitiyudo Wachjo. Sosok yang lebih dikenal dengan sapaan Haji Robert ini diduga memberikan sejumlah uang mencapai Rp5 miliar lebih. Nominal ini di luar dari Rp2,5 miliar yang katanya dipinjamkan ke putra AGK, M. Thariq Kasuba.
Dugaan pemberian Rp5 miliar lebih dari Haji Robert itu termuat di dakwaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam berkas Terdakwa AGK.
Dalam dakwaan AGK, big boss perusahaan emas yang beroperasi di Gosowong, Halmahera Utara, ini diduga memberikan fulus Rp2,200 miliar ke sang ustaz. Transaksi dilakukan di kantor Haji Robert di kawasan Pondok Indah Kapuk, Jakarta Utara.
“Bertempat di kantor Romo Notiyudo Wacho yang berada di kawasan Pondok Indah Kapuk Jakarta Utara, Terdakwa telah menerima uang tunai Romo Notiyudo Wacho sebanyak delapan kali penerimaan sejumlah Rp2.200.000.000,00,” tulis KPK dalam dakwaan.
KPK juga menulis Haji Robert memberikan sejumlah uang pada 15 April 2021 sampai 23 Maret 2023. Terdakwa AGK disebut diduga menerima sebesar Rp3,345 miliar dari Haji Robert melalui PT NHM atas nama Nur Aida.
Uang diberikan secara ditransfer ke rekening Mandiri milik Zaldi H. Kasuba, rekening BNI Ramadhan Ibrahim dan rekening BCA atas nama Idris Husen.
Praktisi hukum Agus R. Tampilang ketika dimintai tanggapan ihwal dakwaan dimaksud menyatakan, motif dugaan suap Rp5 M dari Haji Robert ke Terdakwa AGK harus didalami oleh penyidik KPK.
Sebab, menurut Agus, perbuatan para pihak sudah memenuhi unsur penyuapan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Untuk itu penyidik KPK, dipandang perlu mengungkap faktor pendorong terjadinya transaksi dugaan suap.
“Untuk itu kedua belah pihak harus dimintai pertanggungjawaban hukum, karena yang namanya penyuapan itu ada pemberi dan penerima. Pemberi itu menyerahkan, penerima itu mengambil”.
“Jadi bagaimana KPK hanya menetapkan AGK sebagai tersangka, padahal pemberi dan penerima adalah orang yang cakap dan mengetahui niat dari pemberian itu apakah ada kaitan dengan izin tambang atau tidak. Apakah ini ada kaitannya dengan perizinan (tambang) atau tidak, perlu dibuka. Ini yang harus diungkap KPK supaya publik juga tahu apa motifnya,” jelas Agus, Rabu 24 Juli 2024.
Agus mengatakan KPK mestinya memanggil dan memeriksa lebih lanjut terhadap Haji Rober guna menggali keterangannya.
Haji Robert sebelumnya dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Ternate pada Rabu 3 Juli 2024. Dalam Kesaksiannya, ia mengaku memberikan Rp2,5 miliar kepada M. Thariq Kasuba.
Meski begitu, uang tersebut bukan diberikan cuma-cuma melainkan dipinjamkan. “Uang Rp2,5 miliar yang diberikan kepada Thariq merupakan pinjaman dengan alasan membangun usaha kos-kosan di daerah Weda, Kabupaten Halmahera Tengah. Jadi sesuai perjanjian, uang pinjaman itu akan dilunasi selama lima tahun ke depan,” jelas Haji Robert menjawab pertanyaan hakim.
KPK sebelumnya berencana menjemput paksa Haji Robert mangkir dari panggilan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi AGK.
“Karena aturan di KPK bagi saksi yang berulang kali tidak bisa hadir tanpa memberikan alasan yang patut dan wajar, maka penyidik berwenang untuk melakukan penjemputan,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto pada Jumat, 12 Juli 2024 seperti dilansir malutpost.com.
Lembaga antirarusah itu meminta Haji Robert agar kooperatif jika tak ingin dijemput paksa. Tessa menyebut, keterangan setiap saksi dalam kasus korupsi dinilai sangat penting. “Kami tetap mengimbau saksi kooperatif untuk hadir,” tandasnya. (red)