MOROTAI,Teluknews.com-Penunjukan Ketua Nahdatul Ulama (NU) Kabupaten Pulau Morotai, Din Aswan sebagai Ketua Panitia Sidang Sinode Gereja Masehi Injil Halmahera (GMIH) ke-XXIX 2022 terus mendapat serotan.
Sebelumnya tokoh agama, tokoh masyarakat dan remaja Mesjid Muhajirin meminta Din Aswan mundur dari imam Mesjid tempat dimana yang bersangkutan menjadi imam.
Yang berbaru, tokoh agama Pulau Morotai, Fachrul Fajri Alhamid juga ikut menyesalkan sikap Din Aswan yang notabene sebagai Ketua NU Morotai sekaligus imam Mesjid Muhajirin menerima jabatan sebagai Ketua Panitia Sidang Sinode.
“Minimal dia harus undur dari kepanitiaan Sinode. Kalau undur dari imam kurang pas,”harap Fachrul dikediamannya di Desa Gotalamo, Rabu (11/11).
“Niat baik Bupati menunjuk Din Aswan sebagai ketua panitia pelaksana Sidang Sinode sebagai bentuk toleransi antara umat beragama. Tapi hal tersebut harus di sesuaikan dengan kondisi phisikologi masyarakat Morotai,”kata Fachrul.
Kata Fachrul, bagi mereka penunjukan Ketua NU sebagai Ketua Sinode sudah menjadi hal yang biasa. Namun kondisi psikologi masyarakat Maluku Utara khususnya Morotai, inikan hal yang tidak biasa.
“Jadi niat baik dari Pak Bupati Benny Laos sebenarnya dalam rangka toleransi antara umat beragama. Tapi, kalau hasilnya seperti ini justru ini menjadi perpecahan. Ini bukan lagi toleransi, karena toleransi dalam Islam sendiri kita sudah jaga, dan itu ada batas-batasannya,”ucap Fachrul.
Fachrul bilang, Jika arahan dari NU hanya sekedar untuk membantu sebagai anggota dan tidak terlibat langsung sebagai Ketua Panitia. Maka itu sah-sah saja, karena itu biasa dilakukan oleh NU.
Tapi, jika sampai menjabat sebagai Ketua Panitia Pelaksana Sinode, itu artinya bahwa sudah kebablasan lantaran itu bukan acaranya umat Muslim.
Menurutnya, jabatan Panitia Sinode itu kenapa tidak diberikan saja orang-orang Nasrani yang mungkin lebih paham dari agenda-agenda acara. Karena didalam sidang itu pasti ada dinamika didalamnya.
“Ya, mungkin ada hal-hal yang menjadi rahasia-rahasia Sinode yang mungkin tidak perlu orang luar tahu. Jadi secara pribadi saya cukup menyayangkan dan menyesalkan. Paling tidak Pak Hi. Din ini harus bisa melihat psikologi masyarakat di Morotai yang memang tidak terbiasa dengan kegiatan yang seperti ini. Paling tidak beliau selaku Ketua harus bisa menimbang dan meminta pendapat dari anggota atau badan NU yang memang ada di Morotai,”imbuh Fachrul.
Lanjutnya, kendati Ketua NU Morotai telah meminta persetujuan dan pertimbangan NU wilayah Propinsi maupun Pusat dan mereka tidak mempersoalkannya. Tapi tidak serta-merta langsung menerima jabatan tersebut, tapi harus dilihat juga persoalan phisikologi masyarakat Morotai.
“Seharusnya beliau lebih bijaksana untuk mengambil langka, karena ini bisa melarat kepada perpecahan antara umat beragama. Selain itu beliau ini kan orang yang ditokohkan didalam masyarakat, apalagi dalam peranan sebagai Imam Masjid, ketika dia berbuat sesuatu, dia harus melihat dampaknya terhadap masyarakat, Karena Imam itukan jabatan-jabatannya sosial dalam artian masyarakat yang mengangkat beliau. Jadi beliau harus berpikir baik-baik dulu disaat mengambil jabatan itu,”terang Fachrul.(gk)