TERNATE, Teluknews – Ongkos “baronda” 30 Anggota DPRD Kota Ternate mencapai lebih dari belasan miliar rupiah. Totalnya sebesar Rp 13, 240 miliar.
Pengeluaran yang boleh dibilang sangat fantastis untuk keperluan “baronda” para wakil rakyat di tengah efisiensi anggaran ini terdiri dari perjalanan dinas biasa, perjalanan dinas tetap, perjalanan dinas paket meeting dalam kota, dan perjalanan dinas dalam kota.
Ongkos “baronda” 30 Anggota wakil rakyat ini tercantum dalam Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) Tahun Anggaran 2025. Biaya perjalanan dinas ini dikelola oleh Sekretariat DPRD Kota Ternate dengan skema perencanaan swakelola.
Praktisi Hukum Agus Salim R. Tampilang menilai, anggaran belasan miliar ini termasuk pemborosan yang tidak masuk akal. Termasuk mengabaikan pembatasan anggaran seremonial, studi banding dan perjalanan dinas sebagaimana Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Anggaran.
“Menurut saya, anggota dewan tidak perlu boros, padahal sudah ada Inpres Efisien Anggaran yang menyatakan mengurangi biaya perjalanan dinas,” ujarnya, Selasa 29/7.
Menurut Agus, masyarakat Maluku Utara, khususnya Kota Ternate, masih banyak kesulitan mendapatkan akses pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, hingga infrastruktur lainnya. Karena itu, publik berhak menanyakan seberapa besar manfaat konkret dari perjalanan dinas terhadap pembangunan daerah.
“Saya menduga ini akal-akalan Sekretaris Dewan (Sekwan) Kota Ternate saja. Pejalanan ini bikin apa dan urgensi apa?. Toh, setelah baik atau pulang dari perjalanan dinas tarada ouput apa-apa, cuma buang-buang doi saja,” sebutnya.
“Urgensi 32 kali perjalanan dinas harus jelas, jangan sampai masyarakat berspekulasi ini hanya sekadar rekreasi atau “baronda” yang berkedok perjalanan dinas. Masyarakat Kota Ternate tidak butuh aggota dewan yang sering bepergian, tapi butuh anggota yang hadir, bekerja, dan benar-benar memperjuangkan nasib masyarakat,” kata Agus menambahkan.
Agus mengatakan, Rp13,240 miliar untuk membiayai 30 anggota dewan tersebut dianggap pemborosan anggaran. Menurutnya, karena tidak sebanding dengan implementasi yang berdampak langsung ke masyarakat.
“Dugaan saya ini salah satu kedok bagi dewan untuk “baronda” dan “ambor-ambor” doi di luar daerah, padahal masyarakat Kota Ternate domisilinya bukan di luar daerah, sehingga tujuannya apa, jangan sampai publik menilai ini terlihat “recehan” dan membawa dampak positif. Alih-alih menunjukkan empati dan keberpihakan kepada rakyat, dorang justru alokasi besar-besaran untuk perjalanan dinas memperlihatkan adanya potensi boros,” terangnya. (red)













